PERANAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN


Teknologi telah merupakan bagian integral dalam setiap masyarakat. Makin maju suatu masyarakat makin banyak teknologi yang dikembangkan dan digunakan. Teknologi telah membantu kita dalam berbagai bidang kehidupan untuk membantu penglihatan telah diciptakan teknologi berupa kacamata, mikroskop, teleskop, dan lain-lain. Untuk membantu pendengaran diciptakan pula pengeras suara, stetskop, dan sebagainya. Berdasarkan kenyataan ini , banyak diantara kita yang berpendapat bahwa teknologi merupakan solusi atas masalah yang kita hadapi. Teknologi dianggap sebagai suatu jawaban, meskipun sering kali kita lupakan apa sebenarnya pertanyaannya. Tidak terkecuali dalam bidang pendidikan, ada yang menganggap bahwa teknologi akan dapat mengatasi masalah pendidikan yang kita hadapi.
Salah satu masalah pendidikan yang kita hadapi adalah masalah pembelajaran. Masalah ini sangat kompleks, karena meliputi semua unsur atau komponen yang terkait serta pada semua lapis kegiataan, yaitu lapis makro, meso, dan  mikro. Pada semua komponen dan lapis tersebut terdapat beragam masalah yang tidak mungkin dipecahkan hanya dengan satu cara. Secara makro masalah yang kita hadapi termasuk masalah mutu, kesempatan, kesesuaian dan efisiensipengelolaan pembelajaran. Masalah mutu dapat dijabarkan lebih lanjut pada mutu komponen yang terkait seperti guru, buku, kurikulum, sarana, proses, dan sebagainya. Dalam kesempatan ini, masalah itu dapat dibatasi pada masalah yang  sifatnya mikro, yaitu mutu proses pembelajaran.



A.    PERMASALAHAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
1.      Orientasi Pendidikan di Indonesia
Dari perspektif sejarah dapat diketahui bahwa pendidikan di Indonesia pada tahun 1950-1969 berorientasi pada lulusan yang berkualitas (hasil). Pendidikan yang berorientasi pada kualitas lulusan ini ditandai oleh: (1) adanya ujian negara yang distandarkan, (2) kualitas sekolah ditentukan oleh prosentase kelulusan siswa pada ujian negara, (3) tidak ada kurikulum dengan rincian GBPP, (4) guru pada umumnya menguasi materi pelaj(4) guru pada umumnya menguasi materi pelajaran, (5) guru bebas memilih metode dan buku, dan (6) tekat belajar siswa pada umumnya kuat. Tetapi pada tahun 1970-2002 pendidikan di Indonesia berubah orientasinya pada proses. pendidikan yang berorientasi pada proses ini ditandai oleh: (1) tidak ada ujian negara yang distandarkan, (2) hampir semua murid lulus sekolah, (3) semangat belajar siswa menurun drastis,  dan (4) sebagian besar guru tidak mengusai materi pelajaran.
Pendidikan yang berorientasi pada proses seperti di atas ternyata belum dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas. Dengan bukti sumber daya manusia (SDM) Indonesia sebagai lulusan dari pendidikan belum siap menghadapi gelombangan perubahan zaman. Pada pertengahan tahun 1997 ketika dilandasi krisis, sulit sekali recovery. Bahkan pengaruh dari krisis itu masih terasa sampai sekarang. Bandingkan dengan negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia, SDM merasa relatif lebih siap, sehingga cepat dapat mengatasi krisis.[1]
2.      Perubahan Orientasi Pendidikan
Orientasi perhatian dan kebijakan perndidikan perlu dirubah kepada masalah kualitas lulusan. Mengapa terjadi kesenjangan yang amat besar dalam hal kualitas lulusan, misalnya antara sekolah umum dan madrasah? Padahal mereka menggunakan kurikulum yang sama, gaji gurunya yang sama, sarana yang dibelikan relatif sama, penataran gurunya juga relatif sama? Mengapa lulusan Madrasah Aliyah nyaris yang tak ada bisa masuk ITB, UI, dan UGM jika harus melalui tes masuk? Mengapa jika ada perusahaan besar berinvestasi di daerah dan melakukan seleksi secara obyektif untuk mendapatkan karyawan, nyaris tak ada lulusan dari Madrasah Aliyah yang diterima? Mengapa lulusan sekolah Indonesia tidak mendapat pengakuan yang semestinya ketika harus bersaing dengan lulusan sekolah dari negara-negara tetangga? Maka, lebih baik dipastikan saja standar kelulusan secara nasional. Seperti di negara lain yang terbukti mengalami kemajuan amat pesat dalam meningkatkan kualitas lulusan selama dua puluh tahun terakhir. Misalnya, Malaysia, yang meskipun negara federal tetapi memiliki sampai dua lembaga otorita pengujian nasional. Yaitu “Malaysian Examination Syndicate” dan “Malaysian Examination Council” yang menstandardisasikan kualitas lulusan secara nasional, bahkan dengan standar internasional.
Sistem pendidikan yang berorientasi pada upaya mendapatkan lulusan berkualitas akan mendorong tumbuhnya berbagai karakter pribadi yang positif seperti disiplin, jujur dan lebih mengandalkan kemampuan sendiri, pola pikir yang lebih logis dan ilmiah, terbiasa bekerja keras, tahan mental dalam mengahadapi kesulitan, dsb. Sistem pendidikan yang berorientasi pada upaya mendapatkan lulusan berkualitas dengan diterapkannya standar nasional kelulusan oleh sebuah lembaga penguji yang profesional dan memiliki otoritas, akan menghilangkan (sekurangnya memperkecil) kesenjangan kualitas lulusan antara sekolah dan madrasah.
Indikator kemajuan di bidang pendidikan tidak lagi semata diukur dengan statistik angka partisipasi murid, tetapi lebih pada tingkat literasi nasional seperti angka buta huruf, penguasaan baca tulis hitung pada murid kelas tiga dan enam, proporsi lulusan SMP dengan nilai cemerlang, dsb. Orang akan cenderung membandingkan kualitas lulusan dengan tahun sebelumnya maupun dengan negara lain (benchmarking). Masyarakat tidak hanya akan menilai kualitas sekolah dari gedung megah dan fasilitas tambhanya yang dimiliki, melainkan dari prosentase kelulusannya yang berkualifikasi cemerlang.[2]
3.      Orientasi Pendidikan Pada Subyek Didik
Pendidikan yang berorientasi pada kualitas lulusan sama dengan mengharuskan berorientasi pada subyek didik. Karena subyek didiklah yang mengalami proses pendidikan, yang menjalani proses pembelajaran sampai lulus. Subyek didik pula yang mengalami proses menjadi, dan proses menemukan jati diri, serta pr yang mengalami proses pendidikan, yang menjalani proses pembelajaran sampai lulus. Subyek didik pula yang mengalami proses menjadi, dan proses menemukan jati diri, serta proses menemukan proses menemukan profesi.
Dengan demikian, persoalan menjadi jelas yaitu persoalan diorientasikan pada subyek didik. Subyek didik yang mengalami proses pembelajaran, proses mencari dan menemukan sumber pembelajaran, proses membaca, memahami, menganalisis, membandingkan, menyimpulkan, dsb. Apa saja sesungguhnya hal-hal yang diperlukan oleh subyek didik agar dapat menjadi lulusan yang berkualitas tinggi? Persoalan ini bisa dimulai dari yang sederhana yaitu mengidentifikasikan hal-hal yang diperlukan oleh subyek didik agar dapat mengalami proses pembelajaran dengan baik.
Hal-hal itu secara simple dapat diklasifikasikan menjadi: (1) sumber belajar yang kompeten (pendidik), (2) saran dan prasarana pembelajaran termasuk medianya, (3) lingkungan pembelajaran yang kondusif.
4.      Pendidikan Berorientasi pada Kualitas Lulusan
Pendidikan yang berorientasi pada lulusan yang berkualitas memiliki tanda-tanda antara lain:
1)      Keberhasilan pendidikan tidak diukur dari angka partisipasi murid tetapi lebih pada tingkat literasi yang dikuasai.
2)      Adanya sistem manajemen/birokrasi pendidikan yang melayani murid dan guru, dan bukan melayani sistim/birokrasi itu sendiri.
3)      Sekolah atau Madrasah tidak diukur dari menterengnya fasilitas fisik serta proses kurikuler yang dijalankan, melainkan dari kualitas dan kuantitas lulusannya.
4)      Standardisasi kualiats lulusan secara nasional adalah lebih penting dari pada standardiasi kurikulum dan sarannya.
5)      Ada kepedulian yang tinggi terhadap kualitas, yang diwujudkan dengan kontrol dan jaminan kualitas (quality control and quality assurance). 


B.     PROSES PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF
Pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja, bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang relatif menetap pada diri orang lain. Usaha ini dapat dilakukan oleh seseorang atau suatu tim yang memiliki kemampuan dan kompetensi dalam merancang dan atau mengembangkan sumber belajar yang diperlukan. Pengertian ini dibedakan dengan “pengajaran” yang telah terlanjur mengandung arti sebagai “penyajian bahan ajaran” yang dilakukan oleh seseorang “pengajar”. Pembelajaran tidak harus diberikan oleh pengajar, karena kegiatan itu dapat dilakukan oleh perancang dan pengembang sumber belajar, misalnya seorang teknolog pembelajaran atau suatu tim terdiri dari ahli media dan ahli materi ajaran tertentu. 
Pembelajaran yang efektif adalah yang menghasilkan belajar yang bermanfaat dan bertujuan kepada para mahasiswa melalui pemakaian prosedur yang tepat. Definisi ini mengandung dua indikator yang penting, yaitu terjadinya belajar pada mahasiswa dan apa yang dilakukan dosen. Oleh sebab itu, prosedur pembelajaran yang dipakai oleh dosen dan bukti mahasiswa belajar akan dijadikan fokus dalam usaha pembinaan efektivitas pembelajaran.
Wotruba and Wright (1975) berdasarkan pengkajiaanya atas sejumlah penelitian, mengidentifikasikan tujuan indikator yang menunjukkan pembelajaran yang efektif. Indikator itu adalah:
·         Pengorganisasian kuliah dengan baik
·         Komunikasi secara efektif
·         Penguasaan dan antusiasme dalam mata kuliah
·         Sikap positif terhadap mahasiswa
·         Pemberian ujian dan nilai yang adil
·         Keluwesan dalam pendekatan pengajaran, dan
·         Hasil belajar mahasiswa yang baik
Perlu kita perhatikan bahwa: (1) beberapa karakteristik lebih muda diukur dari yang lain, (2) setiap dosen mempunyai kelebihan dalam berbagai hal, tanpa harus memenuhi semua karakteristik yang diperlukan, dan (3) bahwa tidak ada dua dosen yang mempunyai kemampuan yang sama dalam semua faktor.[3]


C.     PERANAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN DALAM MEWUJUDKAN PROSES PEMBELAJARAN EFEKTIF

Salah satu masalah pendidikan yang kita hadapi adalah masalah pembelajaran. Masalah ini sangat kompleks, karna meliputi semua unsur atau komponen yang terkait serta pada semua lapisan kegiatan yaitu lapis makro dan mikro. Terdapat berbagai masalah yang tidak mungkin dipecahkan hanya dengan satu cara. Secara makro masalah yang dihadapi termasuk masalah mutu, kesempatan, kesesuaian, dan efisiensi pengelolaan pembelajaran. Mikro terkait dengan masalah mutu yang dapat dijabarkan pada komponen yang terkait seperti guru, buku, kurikulum, sarana, proses dan sebagainya. [4]
Sehingga dapat disimpulkan teknologi pendidikan dapat berperan serta dalam meningkatkan komponen-komponen sistem pendidikan, mulai dari masukan mentah, masukan instrumental hingga ke proses belajar mengajarnya. Dengan penggunaan teknologi pendidikan yang mempunyai potensi besar dan dapat berperan serta dalam membantu meningkatkan mutu pendidikan.
teknologi tidak dapat dilepaskan dari masalah karena pada hakekatnya teknologi ada untuk memecahkan masalah.[5]



KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa efektifitas proses pembelajaran dapat diketahui dari beberapa banyak karakteristik yang dipenuhi, dan berapa bobotnya. Efektifitas pembelajaran tersebut dapat diketahui dengan baik bilamana dapat diperoleh masukan dari diri sendiri, mahasiswa, observasi kelas, rekan sejawat, pimpinan, pengkajian, rencana perkuliahan, dan hasil belajar mahasiswa.
Usaha untuk meningkatkan efektifitaspembelajaran perlu dilakukan terus menerus, berdasarkan informasi yangdiperoleh dari berbagai sumber.  Terlampir diberikan contoh untuk evaluasi diri dan pemberian pendapat mahasiswa tentang efektifitas pembelajar
Alangkah baiknya setelah kegiatan penataran ini dapat dilakukan beberapa tindakan konkret dalam rangka mewujudkan meningkatnya kualitas pendidikan




DAFTAR PUSTAKA




Sutrisno. 2008. Pendidikan Islam yang Menghidupkan. Yogyakarta:  Kata Kembang
Yusufhadi Miarso. 2005. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana
Sugeng Sholehuddin. 2012. Teknologi Pendidikan. Pekalongan: STAIN





[1] Sutrisno, Pendidikan Islam yang Menghidupkan, (Yogyakarta:  Kata Kembang, 2008) Hlm. 113
[2] Sutrisno, Op. Cit., Hlm. 114-116
[3]Yusufhadi Miarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2005) Hlm. 545-546
[4]Sugeng Sholehuddin, Teknologi Pendidikan, (Pekalongan: STAIN, 2012) Hlm. 2-4
  • [5]Sugeng Sholehuddin, Op.cit., Hlm 7

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KONSEP ILMU DAN DILALAH MENURUT ILMU MANTIQ

LAPORAN KKN DI DESA PONOLAWEN KECAMATAN KESESI KABUPATEN PEKALONGAN

PERADABAN ISLAM MASA RASULULLAH